artikel agama islam
Pokok-pokok
Ajaran Mu'tazilah
Al-Tawhid, yaitu ke-Maha-Esaan Tuhan. Tuhan Maha Esa, hanya kalau Tuhan
betul-betul merupakan dzat yang unik, tiada yang serupa dengan-Nya. Oleh karena
itu mereka menolak paham-paham yang membuat Tuhan tidak unik lagi, seperti
adanya sifat, antropomorfisme, beautific vision, adanya yang qadim selain tuhan,
dan sebagainya.
Al-'Adl yang berarti keadilan Tuhan. Kalau al-tawhid mengandung keunikan Tuhan
dalam zat, maka paham keadilan Tuhan mengandung arti keunikan Tuhan dalam
perbuatannya. Hanya Tuhan-lah yang berbuat adil. Segala kehendak dan perbuatan
Tuhan tidak dapat bertentangan dengan paham keadilan. Paham keadilan Tuhan
inilah yang menjadi titik tolak bagi rasioanalitas kaum Mu'tazilah mengenai
pendapat-pendapat keagaman mereka. Dari ajaran dasar keadilan Tuhan inilah
timbul paham kebebasan manusia dalam kehendak dan perbuatan, paham manusia
bertanggungjawab atas perbuatan dan kelakuannya, paham al-shalih wa al-ashlah
(wajib bagi tuhan berbuat baik kepada manusia), wajib bagi tuhan untuk
mengirimkan nabi-nabi guna menyampaikan kepada manusia, apa yang tidak dapat
diketahui akal, keadaan Tuhan tidak memberikan kepada manusia beban yang tak
terpikul, terikatnya Tuhan kepada janji-janjinya, dan sebagainya.
Al-Wa'd wa al-wa'id, dalam arti Tuhan tidak akan adil kalau ia tidak memberikan
pahala kepada orang yang berbuat baik dan kalau Dia tidak menghukum orang yang
berbuat jahat. Dalam soal janji dan ancaman tuhan ini, terdapat paham
kewajiban-kewajiban Tuhan. Tuhan wajib memberikan upah kepada orang yang baik
dan wajib menghukum orang jahat, besok di akhirat. Apalagi dalam al-Qur'an,
Tuhan telah menjanjikan yang demikian. Tidaklah adil kalau Tuhan memasukkan
pelaku dosa ke surga dan pembuat kebajikan ke neraka, serta tidak menetapi
janji dan ancaman-Nya. Hal demikian, kata Qadli al-Jabbar, akan membuat Tuhan menjadi
berdusta, suatu hal yang mustahil.
Al-Manzilah bain al-manzilatain, yaitu posisi menengah bagi pembuat dosa besar;
tidak berada di posisi mukmin, dan tidak pula posisi kafir, tetapi posisi
Muslim yang terletak di antra keduanya. Tidak posisi surga tidak pula posisi
siksa berat di neraka, akan tetapi posisi siksa ringan yang terletak di antara
keduanya. Inilah keadilan menurut paham Mu'tazilah.
Al-Amr bi al-ma'ruf wa al-nahy 'an al-munkar, perintah berbuat baik dan
larangan berbuat jahat. Ajaran dasar kelima ini hubungannya erat dengan
pembinaan moral. Bahwa kaum mu'tazilah mementingkan pembinaan moral dapat
dilihat dari pengertian mereka tentang iman. Yaitu pengakuan yang harus diikuti
oleh perbuatan-perbuatan baik. Orang beriman tetapi berbuat jahat, bagi mereka
tidak akan luput dari neraka. Yang masuk surga adalah orang yang imannya
tercermin dalam perbuatan-perbuatan dan kelakuan baik. Untuk membina moral
umat, mereka berpendapat bahwa amar al-ma'ruf wa al-nahy al-munkar (suatu
bentuk kontrol sosial, wajib dijalankan, kalau dapat, cukup dengan seruan,
tetapi kalau terpaksa, dengan kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon komentarnya untuk mengembangkan blog ini. terima kasih